CINTA ALLAH SWT

Ada dua cinta yang hakiki dan tak pernah luntur, yaitu cinta Allah kepada hamba-Nya dan cinta ibu terhadap anaknya. Namun keduanya memiliki nilai berbeda. 

Cinta Allah itu adalah cinta yang tidak terbatas. Hakikat dan besarnya tidak bisa dipersamakan dengan kasih sayang siapa pun. Allah SWT berfirman, "Rahmat (kasih sayang)-Ku meliputi segala sesuatu." (QS Al-A'raf [7]: 156).

Untuk memberikan gambaran kepada umat tentang kasih sayang Allah, Rasulullah mengibaratkan kalau kasih sayang Allah itu berjumlah seratus, maka yang sembilan puluh sembilan disimpan dan satu bagian lagi dibagi-bagi. Yang satu bagian bisa mencukupi seluruh kebutuhan makhluk. Hal ini menunjukkan betapa luasnya cinta Allah. Ada beberapa bukti nyata-dari banyak bukti-tentang besarnya cinta Allah kepada manusia.

Bukti cinta yang pertama adalah diturunkannya Alquran. Allah SWT, Al Khaliq tidak membiarkan kita kebingungan dalam menjalani hidup. Dia menurunkan Alquran sebagai penuntun hidup, agar kita dapat meraih bahagia di dunia dan akhirat. Firman-Nya, "Kitab ini tidak ada keraguan padanya; (merupakan) petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (QS Al Baqarah [2] : 2). 


Dalam ayat lain difirmankan pula, "Sebenarnya Alquran itu adalah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; agar mereka mendapat petunjuk." (QS As-Sajdah [32]: 3).

Dr Quraish Shihab mencatat ada tiga petunjuk penting yang diberikan Alquran.

Pertama, petunjuk akidah yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Allah dan kepercayaan akan kepastian hari pembalasan.

Kedua, petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan moral, baik yang menyangkut kehidupan pribadi maupun sosial. Ketiga, petunjuk mengenai syariat dan hukum, yaitu dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum dalam hubungannya dengan Allah dan sesama manusia.

Mengutus Para Rasul
Secara fitrah, setiap manusia membutuhkan teladan yang bisa dijadikan rujukan. Untuk memenuhi kebutuhan itulah, Allah mengutus para Rasul. Dalam QS Al An'am [6] ayat 48, Allah SWT berfirman, "Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."

Inilah bukti kecintaan Allah yang kedua. Dia tidak membiarkan manusia berjalan "sendirian". Dia mengaruniakan "teman terbaik" yang akan menemani manusia menuju jalan kebahagiaan, mengenalkan manusia kepada Tuhannya, sekaligus menjadi model manusia yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Firman-Nya, Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS Al Ahzab [33]: 21).

Kita yang hidup tidak sezaman dengan Rasulullah SAW, dapat membuka warisannya berupa hadis dan sunah. Di dalamnya terdapat penjelasan yang rinci tentang semua ajaran Allah. Ajaran yang berisi tentang petunjuk menjalin hubungan dengan Allah (hablum minallah) dan dengan manusia (hablum minannas). Di dalamnya kita juga mendapati gambaran karakter mulia Rasulullah SAW sebagai teladan paling baik.

Diciptakannya Alam Semesta
Allah SWT tidaklah menciptakan alam semesta tanpa maksud. Dia menjadikan semua yang ada di bumi dan di langit untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Difirmankan, Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, kemudian Dia menuju langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu (QS Al Baqarah [2]: 29).

Seluruh potensi yang ada di dalam dan permukaan bumi dihamparkan untuk diambil manfaatnya oleh manusia. Tidak ada satu pun makhluk di alam ini yang tidak bermanfaat. Nyamuk misalnya. Walaupun menganggu, nyamuk dapat membangkitkan kreativitas manusia, obat nyamuk contohnya. Dengan adanya nyamuk, banyak orang yang tercukupi ekonominya.
Allah telah menciptakan alam dengan sangat sempurna, sehingga manusia dapat hidup di dalamnya dengan nyaman. Semuanya telah ditata dengan akurat.

Perjalanan siang dan malam, rantai makanan antara makhluk hidup sampai pada lingkungan tempat ia hidup, semuanya telah diatur dengan hukum-Nya.

Luasnya Ampunan Allah
Bukti keempat adalah luasnya ampunan Allah SWT. Sebanyak apa pun dosa manusia, Allah pasti akan mengampuni, asalkan ia betul-betul bertobat. Allah SWT telah berjanji dalam Alquran, "Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya." (QS Hud [11]: 3)

Tangan Allah terbuka setiap saat bagi orang yang mau bertobat. Rasulullah SAW bersabda, "Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar orang yang berbuat keburukan di siang hari bertobat, dan membentangkan tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat keburukan di malam hari bertobat. (Ini akan terus berlaku) hingga matahari terbit dari arah Barat (HR Muslim).
Dia akan mengampuni semua dosa, sekalipun dosanya sepenuh isi bumi, "Wahai manusia, sekiranya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa seisi bumi kemudian kamu bertemu Aku dengan dalam kedaan tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu apa pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan seisi bumi pula," demikian bunyi sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan Imam Tirmidzi.

Memberikan Rezeki 
Allah adalah Al Razzaq, Dzat Maha Pemberi Rezeki. Setiap makhluk diberi-Nya rezeki agar mereka dapat hidup dan beribadah kepada Allah SWT. Tidak ada satu pun makhluk yang tidak diberi rezeki, termasuk manusia. Firman-Nya, Katakanlah, 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)'. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah sebaik-baik pemberi rezeki." (QS Saba [34]: 39).
Demikian pula makhluk yang lain. "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz)." (QS Hud [11]: 6)

Inilah tanda bukti cinta Allah yang kelima. Setiap kita telah diberi bagian rezeki. Yang perlu dilakukan adalah ikhtiar menjemput rezeki itu. Allah memberi kasih sayang-Nya yang tak terbatas agar kita bersyukur. Dan syukur yang paling utama adalah mengabdi dengan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun. Wallahu a'lam.

AL-QUR'AN

Al Qur an merupakan petunjuk hidup seorang mu'min, apabila ia mengamalkannya maka ia akan berada di jalan yang lurus, dan apabila meninggalkannya maka ia akan tersesat. Salah satu tahap yang paling penting untuk dilalui ketika seorang akan mengamalkan Al Qur an adalah dengan cara menghafalnya dan memahaminya terlebih dahulu, karena mustahil bagi seorang untuk mengamalkan Al Qur an sementara ia tak pernah mempelajari dan menghafalkan al Qur an itu sendiri. 


Suatu hal yang sangat memprihatinkan jika kita lihat disekitar kita, banyak dari saudara-saudara kita kaum muslimin yang terlalaikan dari mempelajari dan menghafalkan Al Qur'an yang notabene merupakan petunjuk hidupnya. 

Yang lebih memprihatinkan lagi kita lihat dari saudara-saudara kita kaum muslimin yang telah mencapai usia baligh banyak yang belum bisa membaca al Qur'an.
 Artikel berikut ini berisi tentang keutamaan-keutamaan para penghafal al Qur'an yang sengaja kami persembahkan bagi kaum muslimin agar mereka termotivasi untuk lebih giat lagi mempelajari dan menghafalkan Al Qur'an, dan terakhir mengamalkannya dengan sebaik-baiknya.


1. Menghapal Al Quran merupakan keutamaan rabbani yang datang dari Allah SWT.

Bahkan nikmat menghapal Quran sama dengan nikmat kenabian, bedanya ia tidak mendapat wahyu.
Rasulullah SAW menjelaskan, “Barangsiapa yang membaca (hafal) Quran, maka sungguh dirinya telah menaiki derajat kenabian hanya saja tidak diwahyukan kepadanya. Tidak pantas bagi hafidzh quran bersama siapa saja yang ia dapati dan tidak melakukan kebodohan terhadap orang yang melakukan kebodohan (selektif dalam bergaul) sementara dalam dirnya terdapat firman Allah.” (HR. Hakim) 


2. Seorang hafidz quran adalah orang yang mendapat penghargaan khusus dari Nabi SAW
Diantara penghargaan nabi yang pernah diberikan nabi kepada sahabat penghapal quran adalah perhatian yang khusus kepada syuhada Uhud dengan mendahulukan pemakamannya dan dalam pengiriman delegasi Rasulullah memilih orang yang paling banyak hafalannya sebagai delegasi.
“Adalah nabi mengumpulkan di antara dua orang syuhada Uhud kemudian beliau bersabda, “Manakah di antara keduanya yang lebih banyak hafal Al Quran, ketika ditunjuk salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya di liang lahat.” (HR. Bukhari)
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Telah mengutus Rasulullah SAW sebuah delegasi yang banyak umlahnya, kemudian Rasulullah mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampaikanlah pada Shahabi yang paling muda usaianya, beliau bertanya, “Surat apa yang kau hafal? Ia menjawab, “Aku hafal surat ini..surat ini..dan surat Al Baqarah.”Benarkah kau hafal surat Al Baqarah?” Tanya Nabi lagi. Shahabi menjawab, “Benar.” Nabi bersabda, “Berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi.” (HR. At-Turmudzi dan An-Nasa’i) 


3. Menghapal Al Quran merupakan ciri orang yang diberi ilmu
“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang dzalim.” (QS Al-Ankabut : 49)


4. Hafidz quran merupakan keluarga Allah di muka bumi
Daripada Anas ra. Ia berkata Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri daripada manusia.” Kemudian Anas berkata lagi, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Baginda manjawab, “yaitu ahli quran (orang yang membaca atau menghapal quran dan mengamalkannya). Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.” (HR. Ahmad)  


5. Menghormati hafidz quran berarti mengagungkan Allah
Daripada Abu Musa Al Asya’ari ra ia berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Diantara perbuatan mengagungkan Allah adalah menghormati orang Islam yang sudah tua, menghormati orang yang menghafal quran yang tidak berlebih-lebihan dalam mengamalkan isinya dan tidak membiarkan Al Quran tidak diamalkan serta menghormati kepada penguasa yang adil.” (HR. Abu Daud)  


6. Al Quran menjanjikan kebaikan, berkah, dan kenikmatan bagi penghafalnya
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)  


7. Mereka lebih berhak menjadi iman sholat
Daripada Ibnu Mas’ud ra. Dari Rasulullah SAW beliau bersabda:
“Yang menjadi imam dalam sholat suatu kaum adalah yang paling banyak hapalannya.” (HR. Muslim)  


**KEUTAMAAN DI AKHIRAT**

1. Al Quran akan menjadi syafaat bagi penghapalnya
Dari Abi Umamah ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata, “Bacalah Quran, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafaat pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafal).” (HR. Muslim)  


2. Hifdzul Quran akan meninggikan derajat manusia di surga
Dari Abdillah bin Amri bin ‘Ash dari nabi SAW. Ia bersabda, “Akan dikatakan kepada shahib quran, “Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau mentartilkan Al Quran di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi).
Para ulama menjelaskan arti shahib Quran adalah orang yang hafal semuanya atau sebagian, selalu membaca dan mentadabur serta mengamalkan isinya, dan berakhlak seperti isinya.   


3. Penghafal Quran bersama para malaikat yang mulia dan taat
“Dan perumpamaan orang yang membaca Quran sedangkan ia hafal ayat-ayatNya bersama para malaikat yang mulia dan taat.” (Muttafaqun ‘alaih)  


4. Bagi para penghafal Quran akan diberikan mahkota kehormatan
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Baginda bersabda, orang yang hafal Al Quran nanti akan datang dan Al Quran akan berkata: “Wahai Tuhan, pakaikanlah dia dengan pakaian yang baik lagi baru.”Maka orang tersebut diberikan makhota kehormatan. Al Quran berkata lagi: “Wahai Tuhan tambahkanlah pakaiannya.” Maka orang itu diberi pakaian kehormatannya. Al Quran berkata lagi: “Wahai Tuhan, redailah dia.” Maka kepadanya dikatakan, “Baca dan naiklah.” Dan untuk setiap ayat, ia diberi tambahan satu kebajikan.” (HR. At Tirmidzi)  


5. Orang tua memperoleh pahala khusus jika anaknya penghafal Al Quran
Dari Buraidah Al Aslami ra, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda “Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini? Dijawab “Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran”. (HR. Al Hakim)  


6. Penghafal Quran adalah orang yang tidak rugi dalam perdagangannya
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun l agi Maha Mensyukuri.” (QS Faathir : 29-30)

ADAB PERGAULAN DALAM ISLAM

Pertama, menjauhi segala sarana menuju zina
Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ <17> : 32)

Kedua, selalu menutup aurat
Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab <33> : 59)

Ketiga, saling menundukkan pandangan
Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ

“Katakanlah kepada laki – laki yang beriman :”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur <24> : 30 )
Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur <24> : 31)

Keempat, tidak berdua-duaan
Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ

“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)

Kelima, menghindari bersentuhan dengan lawan jenis
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ
زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang
pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)

Keenam, tidak melembutkan suara di hadapan lawan jenis
Allah Ta’ala berfirman,

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu melembutkan pembicaraan sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit (syahwat) dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab: 32). Perintah ini berlaku bukan hanya untuk istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun juga berlaku untuk wanita muslimah lainnya.

Lalu bagaimana dengan adab chatting dengan lawan jenis? Hal ini dapat pula kita samakan dengan telepon, SMS, pertemanan di friendster dan pertemanan di facebook.

Jawabnya adalah sama atau hampir sama dengan adab-adab di atas.
Pertama, jauhilah segala sarana menuju zina melalui pandangan, sentuhan dan berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahrom.

Kedua, tutuplah aurat di hadapan bukan mahrom.
Sehingga seorang muslimah tidak menampakkan perhiasan yang sebenarnya hanya boleh ditampakkan di hadapan suami. Contoh yang tidak beradab seperti ini adalah berbusana tanpa jilbab atau bahkan dengan busana yang hakekatnya telanjang. Inilah yang banyak kita saksikan di beberapa foto profil di FB atau friendster. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka.

Ketiga, tundukkanlah pandangan.
Bagaimana mungkin bisa saling menundukkan pandangan jika masing-masing orang memajang foto di hadapan lawan jenisnya? Wanita memamerkan fotonya di hadapan pria. Mungkinkah di sini bisa saling menundukkan pandangan? Oleh karena itu, alangkah baiknya jika foto profil kita bukanlah foto kita, namun dengan foto yang lain yang bukan gambar makhluk bernyawa. Tujuannya adalah agar foto wanita tidak membuat fitnah (godaan) bagi laki-laki, begitu pula sebaliknya. Di antara bentuk menundukkan pandangan adalah janganlah menggunakan webcamp selain dengan sesama jenis saja ketika ingin melakukan obrolan di dunia maya.

Keempat, hati-hatilah dengan berdua-duaan bersama lawan jenis yang bukan mahrom.
Jika seorang pria dan wanita melakukan pembicaraan via chatting, telepon atau sms –tanpa ada hajat (keperluan)-, itu sebenarnya adalah semi kholwat (semi berdua-duaan). Apalagi jika di dalamnya disertai dengan kata-kata mesra dan penuh godaan sehingga membangkitkan nafsu birahi. Dan jika memang ada pembicaraan yang dirasa perlu antara pria dan wanita yang bukan mahrom, maka itu hanya seperlunya saja dan sesuai kebutuhan. Jika tidak ada kebutuhan lagi, maka pembicaraan tersebut seharusnya dijauhi agar tidak terjadi sesuatu yang bisa menjurus pada yang haram.

Kelima, janganlah melembutkan atau mendayu-dayukan suara atau kata-kata di hadapan lawan jenis.
Penyimpangan dalam adab terakhir ini, kalau diterapkan dalam obrolan chatting adalah dengan kata-kata yang lembut atau mendayu-dayu dari wanita yang menimbulkan godaan pada pria. Contoh menggunakan kata-kata yang sebenarnya layak untuk suami istri seperti “sayang”, dsb.
Jika setiap muslim mengindahkan adab-adab di atas, maka tentu saja dia tidak akan terjerumus dalam perbuatan dosa dan tidak akan mengalami hal yang serupa dengan kisah di atas dengan izin Allah.
Kami ingatkan pula bahwa tulisan ini bukanlah hanya kami tujukan kepada kaum hawa saja, namun kami juga tujukan pada para pria agar mereka juga memperhatikan adab-adab di atas. Jadi janganlah tulisan ini dijadikan sebagai sarana untuk memojokkan wanita atau para istri, namun hendaklah dijadikan nasehat untuk bersama.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan sifat ketakwaan, memberi kita petunjuk dan kecukupan. Semoga Allah melindungi dan menjaga keluarga kita dari hal-hal yang haram dan mendatangkan murka Allah. Semoga risalah ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin. Wa shallallahu wa sallamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Walhamdulillahir rabbil ‘alamin

AGAMA ADALAH NASIHAT

"Agama adalah Nasihat “
"(HR Bukhori dan Muslim) Makna hadis ini adalah agama itu semuanya berisi nasihat, petunjuk, dan bimbingan. Sedangkan makna praktis-aplikatif adalah bahwa setiap manusia beragama harus siap memberi nasihat dan menerimanya. Siap memberi nasihat karena itu adalah bagian dari amar ma'ruf wan nahi 'anilmunkar yang menjadi kewajiban setiap Muslim di saat melihat kemunkaran, dan berbagai macam perbuatan dosa. 

Saling menasihati yang dalam bahasa Arabnya taushiyyah merupakan salah satu pilar untuk mengobati qasiyah. Saling menasihati memang harus menjadi perilaku utama orang-orang yang beriman, apa pun profesi, jabatan, serta kedudukannya. Dalam hidup ini, tidak ada orang yang kebal dari kesalahan dan perbuatan dosa. Saling menasihati tersebut adalah dalam upaya baik kita maupun orang lain mengurangi atau bahkan tidak melakukan sama sekali perbuatan dosa. Dilihat dari karakter manusia, teguran dan perbaikan juga merupakan hal yang sangat manusiawi. Karena, manusia secara fitri tidak maksum dan tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Rasulullah saw bersabda, "Setiap anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang mau bertobat". Memang berat untuk dapat menerima nasihat, kritik, atau protes. Ia bagaikan obat yang terasa pahit, namun dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit. Bahkan, sering kali orang yang suka dan biasa memberi nasihat, kritik, atau protes justru tidak doyan dan tidak tahan dinasihati, dikritik, atau diprotes. 

Hanya seorang Muslim hakiki dan berjiwa besar yang dapat menerima teguran, kritikan, atau protes sebagai nasihat. Dia dapat menerimanya secara timbal balik dan tidak monolog. Karena yang menjadi ukuran baginya adalah kebenaran. Keberanian menyampaikan kebenaran adalah jihad baginya. "Berkatalah yang benar walaupun itu pahit" sabda Rasulullah saw. Sedangkan siap menerima setiap kebenaran adalah bukti utama dari keimanannya. Abu Bakar adalah salah seorang teladan pemimpin yang menyadari pentingnya hal ini. Ia sadar bahwa kekuasaan sering melampaui batas, jika tidak disertai sikap kritis dan taushiyyah dari masyarakat. Karena itu, salah satu isi pidato kenegaraan Khalifah Abu Bakr adalah mendorong umat berani mengoreksinya jika ia salah, "Bantulah aku jika benar, dan luruskan aku, jika aku salah …" demikian Abu Bakar berucap. 

Umar bin Khatab, khalifah kedua, pada saat berpidato resmi sebagai kepala negara pernah diinterupsi oleh seorang wanita tua yang mengingatkan kesalahan Umar dalam pidatonya itu. Umar menerima peringatan ini sebagai nasihat dan secara patriotik mengakui bahwa beliau telah salah dan wanita itu benar. Sikap positif ini telah Umar mulai sejak awal kepemimpinannya. Pada saat pelantikannya sebagai khalifah beliau berpidato, "Seandainya aku dalam melaksanakan amanat ini melakukan kesalahan dan kekeliruan, maka tolong aku diingatkan dan diluruskan!" Salah seorang dari yang hadir lalu berdiri dan berkata dengan lantang. "Wahai Umar, aku akan meluruskan engkau dengan pedangku ini!" katanya sambil menghunus pedang. Kemudian Umar berkata dengan tenang, "Alhamdulillah, ada dari rakyatku yang mau meluruskan aku dengan pedangnya".

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang berani memberi nasihat dan dapat menerima nasihat dengan lapang dada. Wallahu'alam bishawab

AGAMA ADALAH NASIHAT


"Agama adalah Nasihat “
"(HR Bukhori dan Muslim) Makna hadis ini adalah agama itu semuanya berisi nasihat, petunjuk, dan bimbingan. Sedangkan makna praktis-aplikatif adalah bahwa setiap manusia beragama harus siap memberi nasihat dan menerimanya. Siap memberi nasihat karena itu adalah bagian dari amar ma'ruf wan nahi 'anilmunkar yang menjadi kewajiban setiap Muslim di saat melihat kemunkaran, dan berbagai macam perbuatan dosa. 

Saling menasihati yang dalam bahasa Arabnya taushiyyah merupakan salah satu pilar untuk mengobati qasiyah. Saling menasihati memang harus menjadi perilaku utama orang-orang yang beriman, apa pun profesi, jabatan, serta kedudukannya. Dalam hidup ini, tidak ada orang yang kebal dari kesalahan dan perbuatan dosa. Saling menasihati tersebut adalah dalam upaya baik kita maupun orang lain mengurangi atau bahkan tidak melakukan sama sekali perbuatan dosa. Dilihat dari karakter manusia, teguran dan perbaikan juga merupakan hal yang sangat manusiawi. Karena, manusia secara fitri tidak maksum dan tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Rasulullah saw bersabda, "Setiap anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang mau bertobat". Memang berat untuk dapat menerima nasihat, kritik, atau protes. Ia bagaikan obat yang terasa pahit, namun dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit. Bahkan, sering kali orang yang suka dan biasa memberi nasihat, kritik, atau protes justru tidak doyan dan tidak tahan dinasihati, dikritik, atau diprotes. 

Hanya seorang Muslim hakiki dan berjiwa besar yang dapat menerima teguran, kritikan, atau protes sebagai nasihat. Dia dapat menerimanya secara timbal balik dan tidak monolog. Karena yang menjadi ukuran baginya adalah kebenaran. Keberanian menyampaikan kebenaran adalah jihad baginya. "Berkatalah yang benar walaupun itu pahit" sabda Rasulullah saw. Sedangkan siap menerima setiap kebenaran adalah bukti utama dari keimanannya. Abu Bakar adalah salah seorang teladan pemimpin yang menyadari pentingnya hal ini. Ia sadar bahwa kekuasaan sering melampaui batas, jika tidak disertai sikap kritis dan taushiyyah dari masyarakat. Karena itu, salah satu isi pidato kenegaraan Khalifah Abu Bakr adalah mendorong umat berani mengoreksinya jika ia salah, "Bantulah aku jika benar, dan luruskan aku, jika aku salah …" demikian Abu Bakar berucap. 

Umar bin Khatab, khalifah kedua, pada saat berpidato resmi sebagai kepala negara pernah diinterupsi oleh seorang wanita tua yang mengingatkan kesalahan Umar dalam pidatonya itu. Umar menerima peringatan ini sebagai nasihat dan secara patriotik mengakui bahwa beliau telah salah dan wanita itu benar. Sikap positif ini telah Umar mulai sejak awal kepemimpinannya. Pada saat pelantikannya sebagai khalifah beliau berpidato, "Seandainya aku dalam melaksanakan amanat ini melakukan kesalahan dan kekeliruan, maka tolong aku diingatkan dan diluruskan!" Salah seorang dari yang hadir lalu berdiri dan berkata dengan lantang. "Wahai Umar, aku akan meluruskan engkau dengan pedangku ini!" katanya sambil menghunus pedang. Kemudian Umar berkata dengan tenang, "Alhamdulillah, ada dari rakyatku yang mau meluruskan aku dengan pedangnya".

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang berani memberi nasihat dan dapat menerima nasihat dengan lapang dada. Wallahu'alam bishawab

MENASEHATI SETIAP MANUSIA

"Agama adalah nasihat .... "(HR Bukhori dan Muslim) Makna hadis ini adalah agama itu semuanya berisi nasihat, petunjuk, dan bimbingan. Sedangkan makna praktis-aplikatif adalah bahwa setiap manusia beragama harus siap memberi nasihat dan menerimanya. Siap memberi nasihat karena itu adalah bagian dari amar ma'ruf wan nahi 'anilmunkar yang menjadi kewajiban setiap Muslim di saat melihat kemunkaran, dan berbagai macam perbuatan dosa. 

Saling menasihati yang dalam bahasa Arabnya taushiyyah merupakan salah satu pilar untuk mengobati qasiyah. Saling menasihati memang harus menjadi perilaku utama orang-orang yang beriman, apa pun profesi, jabatan, serta kedudukannya. Dalam hidup ini, tidak ada orang yang kebal dari kesalahan dan perbuatan dosa. Saling menasihati tersebut adalah dalam upaya baik kita maupun orang lain mengurangi atau bahkan tidak melakukan sama sekali perbuatan dosa. Dilihat dari karakter manusia, teguran dan perbaikan juga merupakan hal yang sangat manusiawi. Karena, manusia secara fitri tidak maksum dan tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Rasulullah saw bersabda, "Setiap anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang mau bertobat". Memang berat untuk dapat menerima nasihat, kritik, atau protes. Ia bagaikan obat yang terasa pahit, namun dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit. Bahkan, sering kali orang yang suka dan biasa memberi nasihat, kritik, atau protes justru tidak doyan dan tidak tahan dinasihati, dikritik, atau diprotes. 
Hanya seorang Muslim hakiki dan berjiwa besar yang dapat menerima teguran, kritikan, atau protes sebagai nasihat. Dia dapat menerimanya secara timbal balik dan tidak monolog. Karena yang menjadi ukuran baginya adalah kebenaran. Keberanian menyampaikan kebenaran adalah jihad baginya. "Berkatalah yang benar walaupun itu pahit" sabda Rasulullah saw. Sedangkan siap menerima setiap kebenaran adalah bukti utama dari keimanannya. Abu Bakar adalah salah seorang teladan pemimpin yang menyadari pentingnya hal ini. Ia sadar bahwa kekuasaan sering melampaui batas, jika tidak disertai sikap kritis dan taushiyyah dari masyarakat. Karena itu, salah satu isi pidato kenegaraan Khalifah Abu Bakr adalah mendorong umat berani mengoreksinya jika ia salah, "Bantulah aku jika benar, dan luruskan aku, jika aku salah …" demikian Abu Bakar berucap. 

Umar bin Khatab, khalifah kedua, pada saat berpidato resmi sebagai kepala negara pernah diinterupsi oleh seorang wanita tua yang mengingatkan kesalahan Umar dalam pidatonya itu. Umar menerima peringatan ini sebagai nasihat dan secara patriotik mengakui bahwa beliau telah salah dan wanita itu benar. Sikap positif ini telah Umar mulai sejak awal kepemimpinannya. Pada saat pelantikannya sebagai khalifah beliau berpidato, "Seandainya aku dalam melaksanakan amanat ini melakukan kesalahan dan kekeliruan, maka tolong aku diingatkan dan diluruskan!" Salah seorang dari yang hadir lalu berdiri dan berkata dengan lantang. "Wahai Umar, aku akan meluruskan engkau dengan pedangku ini!" katanya sambil menghunus pedang. Kemudian Umar berkata dengan tenang, "Alhamdulillah, ada dari rakyatku yang mau meluruskan aku dengan pedangnya".

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang berani memberi nasihat dan dapat menerima nasihat dengan lapang dada. Wallahu'alam bishawab.

MENASEHATI SETIAP MANUSIA

"Agama adalah nasihat .... "(HR Bukhori dan Muslim) Makna hadis ini adalah agama itu semuanya berisi nasihat, petunjuk, dan bimbingan. Sedangkan makna praktis-aplikatif adalah bahwa setiap manusia beragama harus siap memberi nasihat dan menerimanya. Siap memberi nasihat karena itu adalah bagian dari amar ma'ruf wan nahi 'anilmunkar yang menjadi kewajiban setiap Muslim di saat melihat kemunkaran, dan berbagai macam perbuatan dosa. 

Saling menasihati yang dalam bahasa Arabnya taushiyyah merupakan salah satu pilar untuk mengobati qasiyah. Saling menasihati memang harus menjadi perilaku utama orang-orang yang beriman, apa pun profesi, jabatan, serta kedudukannya. Dalam hidup ini, tidak ada orang yang kebal dari kesalahan dan perbuatan dosa. Saling menasihati tersebut adalah dalam upaya baik kita maupun orang lain mengurangi atau bahkan tidak melakukan sama sekali perbuatan dosa. Dilihat dari karakter manusia, teguran dan perbaikan juga merupakan hal yang sangat manusiawi. Karena, manusia secara fitri tidak maksum dan tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Rasulullah saw bersabda, "Setiap anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang mau bertobat". Memang berat untuk dapat menerima nasihat, kritik, atau protes. Ia bagaikan obat yang terasa pahit, namun dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit. Bahkan, sering kali orang yang suka dan biasa memberi nasihat, kritik, atau protes justru tidak doyan dan tidak tahan dinasihati, dikritik, atau diprotes. 
Hanya seorang Muslim hakiki dan berjiwa besar yang dapat menerima teguran, kritikan, atau protes sebagai nasihat. Dia dapat menerimanya secara timbal balik dan tidak monolog. Karena yang menjadi ukuran baginya adalah kebenaran. Keberanian menyampaikan kebenaran adalah jihad baginya. "Berkatalah yang benar walaupun itu pahit" sabda Rasulullah saw. Sedangkan siap menerima setiap kebenaran adalah bukti utama dari keimanannya. Abu Bakar adalah salah seorang teladan pemimpin yang menyadari pentingnya hal ini. Ia sadar bahwa kekuasaan sering melampaui batas, jika tidak disertai sikap kritis dan taushiyyah dari masyarakat. Karena itu, salah satu isi pidato kenegaraan Khalifah Abu Bakr adalah mendorong umat berani mengoreksinya jika ia salah, "Bantulah aku jika benar, dan luruskan aku, jika aku salah …" demikian Abu Bakar berucap. 

Umar bin Khatab, khalifah kedua, pada saat berpidato resmi sebagai kepala negara pernah diinterupsi oleh seorang wanita tua yang mengingatkan kesalahan Umar dalam pidatonya itu. Umar menerima peringatan ini sebagai nasihat dan secara patriotik mengakui bahwa beliau telah salah dan wanita itu benar. Sikap positif ini telah Umar mulai sejak awal kepemimpinannya. Pada saat pelantikannya sebagai khalifah beliau berpidato, "Seandainya aku dalam melaksanakan amanat ini melakukan kesalahan dan kekeliruan, maka tolong aku diingatkan dan diluruskan!" Salah seorang dari yang hadir lalu berdiri dan berkata dengan lantang. "Wahai Umar, aku akan meluruskan engkau dengan pedangku ini!" katanya sambil menghunus pedang. Kemudian Umar berkata dengan tenang, "Alhamdulillah, ada dari rakyatku yang mau meluruskan aku dengan pedangnya".

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang berani memberi nasihat dan dapat menerima nasihat dengan lapang dada. Wallahu'alam bishawab.
"Agama adalah nasihat .... "(HR Bukhori dan Muslim) Makna hadis ini adalah agama itu semuanya berisi nasihat, petunjuk, dan bimbingan. Sedangkan makna praktis-aplikatif adalah bahwa setiap manusia beragama harus siap memberi nasihat dan menerimanya. Siap memberi nasihat karena itu adalah bagian dari amar ma'ruf wan nahi 'anilmunkar yang menjadi kewajiban setiap Muslim di saat melihat kemunkaran, dan berbagai macam perbuatan dosa. 

Saling menasihati yang dalam bahasa Arabnya taushiyyah merupakan salah satu pilar untuk mengobati qasiyah. Saling menasihati memang harus menjadi perilaku utama orang-orang yang beriman, apa pun profesi, jabatan, serta kedudukannya. Dalam hidup ini, tidak ada orang yang kebal dari kesalahan dan perbuatan dosa. Saling menasihati tersebut adalah dalam upaya baik kita maupun orang lain mengurangi atau bahkan tidak melakukan sama sekali perbuatan dosa. Dilihat dari karakter manusia, teguran dan perbaikan juga merupakan hal yang sangat manusiawi. Karena, manusia secara fitri tidak maksum dan tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Rasulullah saw bersabda, "Setiap anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang mau bertobat". Memang berat untuk dapat menerima nasihat, kritik, atau protes. Ia bagaikan obat yang terasa pahit, namun dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit. Bahkan, sering kali orang yang suka dan biasa memberi nasihat, kritik, atau protes justru tidak doyan dan tidak tahan dinasihati, dikritik, atau diprotes. 
Hanya seorang Muslim hakiki dan berjiwa besar yang dapat menerima teguran, kritikan, atau protes sebagai nasihat. Dia dapat menerimanya secara timbal balik dan tidak monolog. Karena yang menjadi ukuran baginya adalah kebenaran. Keberanian menyampaikan kebenaran adalah jihad baginya. "Berkatalah yang benar walaupun itu pahit" sabda Rasulullah saw. Sedangkan siap menerima setiap kebenaran adalah bukti utama dari keimanannya. Abu Bakar adalah salah seorang teladan pemimpin yang menyadari pentingnya hal ini. Ia sadar bahwa kekuasaan sering melampaui batas, jika tidak disertai sikap kritis dan taushiyyah dari masyarakat. Karena itu, salah satu isi pidato kenegaraan Khalifah Abu Bakr adalah mendorong umat berani mengoreksinya jika ia salah, "Bantulah aku jika benar, dan luruskan aku, jika aku salah …" demikian Abu Bakar berucap. 

Umar bin Khatab, khalifah kedua, pada saat berpidato resmi sebagai kepala negara pernah diinterupsi oleh seorang wanita tua yang mengingatkan kesalahan Umar dalam pidatonya itu. Umar menerima peringatan ini sebagai nasihat dan secara patriotik mengakui bahwa beliau telah salah dan wanita itu benar. Sikap positif ini telah Umar mulai sejak awal kepemimpinannya. Pada saat pelantikannya sebagai khalifah beliau berpidato, "Seandainya aku dalam melaksanakan amanat ini melakukan kesalahan dan kekeliruan, maka tolong aku diingatkan dan diluruskan!" Salah seorang dari yang hadir lalu berdiri dan berkata dengan lantang. "Wahai Umar, aku akan meluruskan engkau dengan pedangku ini!" katanya sambil menghunus pedang. Kemudian Umar berkata dengan tenang, "Alhamdulillah, ada dari rakyatku yang mau meluruskan aku dengan pedangnya".

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang berani memberi nasihat dan dapat menerima nasihat dengan lapang dada. Wallahu'alam bishawab.
"Agama adalah nasihat .... "(HR Bukhori dan Muslim) Makna hadis ini adalah agama itu semuanya berisi nasihat, petunjuk, dan bimbingan. Sedangkan makna praktis-aplikatif adalah bahwa setiap manusia beragama harus siap memberi nasihat dan menerimanya. Siap memberi nasihat karena itu adalah bagian dari amar ma'ruf wan nahi 'anilmunkar yang menjadi kewajiban setiap Muslim di saat melihat kemunkaran, dan berbagai macam perbuatan dosa. 

Saling menasihati yang dalam bahasa Arabnya taushiyyah merupakan salah satu pilar untuk mengobati qasiyah. Saling menasihati memang harus menjadi perilaku utama orang-orang yang beriman, apa pun profesi, jabatan, serta kedudukannya. Dalam hidup ini, tidak ada orang yang kebal dari kesalahan dan perbuatan dosa. Saling menasihati tersebut adalah dalam upaya baik kita maupun orang lain mengurangi atau bahkan tidak melakukan sama sekali perbuatan dosa. Dilihat dari karakter manusia, teguran dan perbaikan juga merupakan hal yang sangat manusiawi. Karena, manusia secara fitri tidak maksum dan tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Rasulullah saw bersabda, "Setiap anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang mau bertobat". Memang berat untuk dapat menerima nasihat, kritik, atau protes. Ia bagaikan obat yang terasa pahit, namun dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit. Bahkan, sering kali orang yang suka dan biasa memberi nasihat, kritik, atau protes justru tidak doyan dan tidak tahan dinasihati, dikritik, atau diprotes. 
Hanya seorang Muslim hakiki dan berjiwa besar yang dapat menerima teguran, kritikan, atau protes sebagai nasihat. Dia dapat menerimanya secara timbal balik dan tidak monolog. Karena yang menjadi ukuran baginya adalah kebenaran. Keberanian menyampaikan kebenaran adalah jihad baginya. "Berkatalah yang benar walaupun itu pahit" sabda Rasulullah saw. Sedangkan siap menerima setiap kebenaran adalah bukti utama dari keimanannya. Abu Bakar adalah salah seorang teladan pemimpin yang menyadari pentingnya hal ini. Ia sadar bahwa kekuasaan sering melampaui batas, jika tidak disertai sikap kritis dan taushiyyah dari masyarakat. Karena itu, salah satu isi pidato kenegaraan Khalifah Abu Bakr adalah mendorong umat berani mengoreksinya jika ia salah, "Bantulah aku jika benar, dan luruskan aku, jika aku salah …" demikian Abu Bakar berucap. 

Umar bin Khatab, khalifah kedua, pada saat berpidato resmi sebagai kepala negara pernah diinterupsi oleh seorang wanita tua yang mengingatkan kesalahan Umar dalam pidatonya itu. Umar menerima peringatan ini sebagai nasihat dan secara patriotik mengakui bahwa beliau telah salah dan wanita itu benar. Sikap positif ini telah Umar mulai sejak awal kepemimpinannya. Pada saat pelantikannya sebagai khalifah beliau berpidato, "Seandainya aku dalam melaksanakan amanat ini melakukan kesalahan dan kekeliruan, maka tolong aku diingatkan dan diluruskan!" Salah seorang dari yang hadir lalu berdiri dan berkata dengan lantang. "Wahai Umar, aku akan meluruskan engkau dengan pedangku ini!" katanya sambil menghunus pedang. Kemudian Umar berkata dengan tenang, "Alhamdulillah, ada dari rakyatku yang mau meluruskan aku dengan pedangnya".

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang berani memberi nasihat dan dapat menerima nasihat dengan lapang dada. Wallahu'alam bishawab.

ADZAN

(Suatu pusaka yang mengingatkan kita atas sebuah kesaksian yang terlupakan)

Getaran Adzan
  • Selama ini kita hanya menganggap adzan sebagai pangilan untuk sholat, tanda masuknya waktu shalat fardhu. Padahal jika kita mau merenungkan, adzan punya makna yang lebih dalam dari pada sekedar itu.
  • Hal itulah yang membuat hati seseorang tergetar apabila mendengar adzan.
Suara yang pertama kali kita dengar
Pada saat kita baru saja dilahirkan – bahkan mata kita belum terbuka dan mulut kita belum bersuara, telinga kita sudah mendengar suara adzan.
  • Pernahkah kita sebagai seorang muslim mau merenungkan mengapa tiap bayi yang baru lahir harus diadzani?
‘Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Alloh mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab : “Benar. (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”..’(QS Al A’raaf 7:172)
  • Ayat diatas menerangkan bahwa di alam kandungan kita diingatkan kembali oleh Alloh SWT: Tiada Tuhan lain selain dia.
  • Atas kehendak NYA jualah kita dijadikan NYA seakan tidak pernah mengalami perjanjian itu, karena secara sunnatulloh, otak kita hanya mengingat semua input yang bisa ditangkap oleh panca indera kita saja.
  • Untuk itulah saat lahir, adzan diperdengarkan kepada kita sebagai pegangan awal, pengingat bahwa diri kita pernah bersaksi atas keEsaan dan KebesaranNya.
Allahu Akbar (Allah Maha Besar)
  • Ini adalah kalimat pertama pembuka adzan
  • Kita diingatkan kembali atas Kebesaran Allah SWT. Kalimat ini menyatakan bahwa Allah itu Maha Besar dan diucapkan 2x2. Bila kita melihat struktur Áin pada Metode Struktur Al-Quran, 2 artinya mata. Berarti kita pernah MELIHAT Kebesaran Alloh; dan kita diingatkan untuk selalu mengakui Kebesaran NYA tersebut…Dengan kedua mata kita. Mata lahir dan Mata Batin.
Asyhadu Álaa illaaha ill Allah (Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah)
  • Disini ditegaskan kembali bahwa kita pernah MELIHAT ALLAH. Kalimat ‘Aku berSAKSI’ menyatakan bahwa kita benar-benar pernah menyaksikan kebesaranNYA dan tiada Tuhan selainNYA.
  • Kita diingatkan untuk senantiasa membersihkan diri kita dari ‘ílah-ilah’ lain selain Allah. Kita tidak boleh menuhankan Tahta, Harta, Ilmu, dan lain sebagainya.
  • Kalimat ini juga diucapkan 2x, mempertegas keyakinan kita.
Asyhadu Anna Muhammadarra Rasulullah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Alloh)
  • Disini juga dikatakan bahwa kita berSAKSI atas kerasulan Muhammad. Bagaimana mungkin? Bukankah kita hidup dizaman yang berbeda dengan beliau?
  • Jawabannya adalah seperti dikemukakan pada pembukaan tadi, bahwa kita meihat NUR Muhammad di Lauh Mahfudz. Ingatlah hadist Qudsi yang menyatakan bahwa alasan dari penciptaan alam semesta ini adalah NUR Muhammad.
Hayya Ála Shallah (Mari kita Shalat)
  • Barulah pada kalimat ini kita semua diseru untuk melakukan shalat. Atas kesaksian kita terhadap kebesaran Allah dan Kerosulan Muhammad.
  • Bila kita menyimak urutan-urutannya, maka semestinya sholat kita benar-benar dilandasi oleh kebesaran Alloh, keyakinan akan kebenaran syahadat, barulah kita sholat. Tanpa mengikuti urutan-urutan tersebut sholat kita dapat dikatakan lalai. Seperti yang dimaksud dalam surat Al-Ma’uun 4-5 “Celakalah orang-orang yang sholat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya”
Hayya Álal Falaah (Mari kita Menang)
  • Banyak ulama yang sekedar mengartikan urutan-urutan ini sebagai berikut : Mari kita sholat, sehabis sholat kita menang. Memang betul, tapi bagaimana dulu sholatnya? Apakah shalatnya didasari syahadat yang betul? Bukankah urutan Rukun Islam adalah syahadat dulu baru kemudian shalat? Bisakah kita masuk ke sebuah mobil tanpa membuka dulu pintunya, tanpa kunci? Lalu bagaimana bisa mencapai tujuan kalau masuk ke mobilnya saja belum, apalagi menjalankannya?
  • Orang-orang yang dimaksud menang di sini aalah orang-orang yang mengingat perjanjian dengan Tuhannya, dan kemuadian shalat sebagai tanda kepatuhannya. Bukan semata-mata taklik buta belaka.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar…
Setelah kita meraih kemenangan, kita harus kembali tunduk pada Kebesaran Allah. Karena kita tidak mungkin mencapai kemenangan, baik di dunia maupun akhirat, tanpa seizin dan Ridha Alloh. Segalanya adalah milik Allah . Begitu pula kemenangan kita, bahwa diri kita, hanya milik Allah semata. Yang kita miliki hanya nama…

Laa ilaaha illa Allaah
Tiada Tuhan selain Allah.
Hanya Dia lah yang patut disembah
Hanya kepadaNya lah segala sesuatu bergantung

ADZAN

(Suatu pusaka yang mengingatkan kita atas sebuah kesaksian yang terlupakan)

Getaran Adzan
  • Selama ini kita hanya menganggap adzan sebagai pangilan untuk sholat, tanda masuknya waktu shalat fardhu. Padahal jika kita mau merenungkan, adzan punya makna yang lebih dalam dari pada sekedar itu.
  • Hal itulah yang membuat hati seseorang tergetar apabila mendengar adzan.
Suara yang pertama kali kita dengar
Pada saat kita baru saja dilahirkan – bahkan mata kita belum terbuka dan mulut kita belum bersuara, telinga kita sudah mendengar suara adzan.
  • Pernahkah kita sebagai seorang muslim mau merenungkan mengapa tiap bayi yang baru lahir harus diadzani?
‘Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Alloh mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab : “Benar. (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”..’(QS Al A’raaf 7:172)
  • Ayat diatas menerangkan bahwa di alam kandungan kita diingatkan kembali oleh Alloh SWT: Tiada Tuhan lain selain dia.
  • Atas kehendak NYA jualah kita dijadikan NYA seakan tidak pernah mengalami perjanjian itu, karena secara sunnatulloh, otak kita hanya mengingat semua input yang bisa ditangkap oleh panca indera kita saja.
  • Untuk itulah saat lahir, adzan diperdengarkan kepada kita sebagai pegangan awal, pengingat bahwa diri kita pernah bersaksi atas keEsaan dan KebesaranNya.
Allahu Akbar (Allah Maha Besar)
  • Ini adalah kalimat pertama pembuka adzan
  • Kita diingatkan kembali atas Kebesaran Allah SWT. Kalimat ini menyatakan bahwa Allah itu Maha Besar dan diucapkan 2x2. Bila kita melihat struktur Áin pada Metode Struktur Al-Quran, 2 artinya mata. Berarti kita pernah MELIHAT Kebesaran Alloh; dan kita diingatkan untuk selalu mengakui Kebesaran NYA tersebut…Dengan kedua mata kita. Mata lahir dan Mata Batin.
Asyhadu Álaa illaaha ill Allah (Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah)
  • Disini ditegaskan kembali bahwa kita pernah MELIHAT ALLAH. Kalimat ‘Aku berSAKSI’ menyatakan bahwa kita benar-benar pernah menyaksikan kebesaranNYA dan tiada Tuhan selainNYA.
  • Kita diingatkan untuk senantiasa membersihkan diri kita dari ‘ílah-ilah’ lain selain Allah. Kita tidak boleh menuhankan Tahta, Harta, Ilmu, dan lain sebagainya.
  • Kalimat ini juga diucapkan 2x, mempertegas keyakinan kita.
Asyhadu Anna Muhammadarra Rasulullah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Alloh)
  • Disini juga dikatakan bahwa kita berSAKSI atas kerasulan Muhammad. Bagaimana mungkin? Bukankah kita hidup dizaman yang berbeda dengan beliau?
  • Jawabannya adalah seperti dikemukakan pada pembukaan tadi, bahwa kita meihat NUR Muhammad di Lauh Mahfudz. Ingatlah hadist Qudsi yang menyatakan bahwa alasan dari penciptaan alam semesta ini adalah NUR Muhammad.
Hayya Ála Shallah (Mari kita Shalat)
  • Barulah pada kalimat ini kita semua diseru untuk melakukan shalat. Atas kesaksian kita terhadap kebesaran Allah dan Kerosulan Muhammad.
  • Bila kita menyimak urutan-urutannya, maka semestinya sholat kita benar-benar dilandasi oleh kebesaran Alloh, keyakinan akan kebenaran syahadat, barulah kita sholat. Tanpa mengikuti urutan-urutan tersebut sholat kita dapat dikatakan lalai. Seperti yang dimaksud dalam surat Al-Ma’uun 4-5 “Celakalah orang-orang yang sholat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya”
Hayya Álal Falaah (Mari kita Menang)
  • Banyak ulama yang sekedar mengartikan urutan-urutan ini sebagai berikut : Mari kita sholat, sehabis sholat kita menang. Memang betul, tapi bagaimana dulu sholatnya? Apakah shalatnya didasari syahadat yang betul? Bukankah urutan Rukun Islam adalah syahadat dulu baru kemudian shalat? Bisakah kita masuk ke sebuah mobil tanpa membuka dulu pintunya, tanpa kunci? Lalu bagaimana bisa mencapai tujuan kalau masuk ke mobilnya saja belum, apalagi menjalankannya?
  • Orang-orang yang dimaksud menang di sini aalah orang-orang yang mengingat perjanjian dengan Tuhannya, dan kemuadian shalat sebagai tanda kepatuhannya. Bukan semata-mata taklik buta belaka.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar…
Setelah kita meraih kemenangan, kita harus kembali tunduk pada Kebesaran Allah. Karena kita tidak mungkin mencapai kemenangan, baik di dunia maupun akhirat, tanpa seizin dan Ridha Alloh. Segalanya adalah milik Allah . Begitu pula kemenangan kita, bahwa diri kita, hanya milik Allah semata. Yang kita miliki hanya nama…

Laa ilaaha illa Allaah

Tiada Tuhan selain Allah.
Hanya Dia lah yang patut disembah
Hanya kepadaNya lah segala sesuatu bergantung

ADZAN


(Suatu pusaka yang mengingatkan kita atas sebuah kesaksian yang terlupakan)

Getaran Adzan
  • Selama ini kita hanya menganggap adzan sebagai pangilan untuk sholat, tanda masuknya waktu shalat fardhu. Padahal jika kita mau merenungkan, adzan punya makna yang lebih dalam dari pada sekedar itu.
  • Hal itulah yang membuat hati seseorang tergetar apabila mendengar adzan.
Suara yang pertama kali kita dengar
Pada saat kita baru saja dilahirkan – bahkan mata kita belum terbuka dan mulut kita belum bersuara, telinga kita sudah mendengar suara adzan.
  • Pernahkah kita sebagai seorang muslim mau merenungkan mengapa tiap bayi yang baru lahir harus diadzani?
‘Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Alloh mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab : “Benar. (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”..’(QS Al A’raaf 7:172)
  • Ayat diatas menerangkan bahwa di alam kandungan kita diingatkan kembali oleh Alloh SWT: Tiada Tuhan lain selain dia.
  • Atas kehendak NYA jualah kita dijadikan NYA seakan tidak pernah mengalami perjanjian itu, karena secara sunnatulloh, otak kita hanya mengingat semua input yang bisa ditangkap oleh panca indera kita saja.
  • Untuk itulah saat lahir, adzan diperdengarkan kepada kita sebagai pegangan awal, pengingat bahwa diri kita pernah bersaksi atas keEsaan dan KebesaranNya.
Allahu Akbar (Allah Maha Besar)
  • Ini adalah kalimat pertama pembuka adzan
  • Kita diingatkan kembali atas Kebesaran Allah SWT. Kalimat ini menyatakan bahwa Allah itu Maha Besar dan diucapkan 2x2. Bila kita melihat struktur Áin pada Metode Struktur Al-Quran, 2 artinya mata. Berarti kita pernah MELIHAT Kebesaran Alloh; dan kita diingatkan untuk selalu mengakui Kebesaran NYA tersebut…Dengan kedua mata kita. Mata lahir dan Mata Batin.
Asyhadu Álaa illaaha ill Allah (Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah)
  • Disini ditegaskan kembali bahwa kita pernah MELIHAT ALLAH. Kalimat ‘Aku berSAKSI’ menyatakan bahwa kita benar-benar pernah menyaksikan kebesaranNYA dan tiada Tuhan selainNYA.
  • Kita diingatkan untuk senantiasa membersihkan diri kita dari ‘ílah-ilah’ lain selain Allah. Kita tidak boleh menuhankan Tahta, Harta, Ilmu, dan lain sebagainya.
  • Kalimat ini juga diucapkan 2x, mempertegas keyakinan kita.
Asyhadu Anna Muhammadarra Rasulullah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Alloh)
  • Disini juga dikatakan bahwa kita berSAKSI atas kerasulan Muhammad. Bagaimana mungkin? Bukankah kita hidup dizaman yang berbeda dengan beliau?
  • Jawabannya adalah seperti dikemukakan pada pembukaan tadi, bahwa kita meihat NUR Muhammad di Lauh Mahfudz. Ingatlah hadist Qudsi yang menyatakan bahwa alasan dari penciptaan alam semesta ini adalah NUR Muhammad.
Hayya Ála Shallah (Mari kita Shalat)
  • Barulah pada kalimat ini kita semua diseru untuk melakukan shalat. Atas kesaksian kita terhadap kebesaran Allah dan Kerosulan Muhammad.
  • Bila kita menyimak urutan-urutannya, maka semestinya sholat kita benar-benar dilandasi oleh kebesaran Alloh, keyakinan akan kebenaran syahadat, barulah kita sholat. Tanpa mengikuti urutan-urutan tersebut sholat kita dapat dikatakan lalai. Seperti yang dimaksud dalam surat Al-Ma’uun 4-5 “Celakalah orang-orang yang sholat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya”
Hayya Álal Falaah (Mari kita Menang)
  • Banyak ulama yang sekedar mengartikan urutan-urutan ini sebagai berikut : Mari kita sholat, sehabis sholat kita menang. Memang betul, tapi bagaimana dulu sholatnya? Apakah shalatnya didasari syahadat yang betul? Bukankah urutan Rukun Islam adalah syahadat dulu baru kemudian shalat? Bisakah kita masuk ke sebuah mobil tanpa membuka dulu pintunya, tanpa kunci? Lalu bagaimana bisa mencapai tujuan kalau masuk ke mobilnya saja belum, apalagi menjalankannya?
  • Orang-orang yang dimaksud menang di sini aalah orang-orang yang mengingat perjanjian dengan Tuhannya, dan kemuadian shalat sebagai tanda kepatuhannya. Bukan semata-mata taklik buta belaka.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar…
Setelah kita meraih kemenangan, kita harus kembali tunduk pada Kebesaran Allah. Karena kita tidak mungkin mencapai kemenangan, baik di dunia maupun akhirat, tanpa seizin dan Ridha Alloh. Segalanya adalah milik Allah . Begitu pula kemenangan kita, bahwa diri kita, hanya milik Allah semata. Yang kita miliki hanya nama…

Laa ilaaha illa Allaah
Tiada Tuhan selain Allah.

Hanya Dia lah yang patut disembah
Hanya kepadaNya lah segala sesuatu bergantung

ADZAN

(Suatu pusaka yang mengingatkan kita atas sebuah kesaksian yang terlupakan)
Getaran Adzan
  • Selama ini kita hanya menganggap adzan sebagai pangilan untuk sholat, tanda masuknya waktu shalat fardhu. Padahal jika kita mau merenungkan, adzan punya makna yang lebih dalam dari pada sekedar itu.
  • Hal itulah yang membuat hati seseorang tergetar apabila mendengar adzan.
Suara yang pertama kali kita dengar
Pada saat kita baru saja dilahirkan – bahkan mata kita belum terbuka dan mulut kita belum bersuara, telinga kita sudah mendengar suara adzan.
  • Pernahkah kita sebagai seorang muslim mau merenungkan mengapa tiap bayi yang baru lahir harus diadzani?
‘Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Alloh mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab : “Benar. (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”..’(QS Al A’raaf 7:172)
  • Ayat diatas menerangkan bahwa di alam kandungan kita diingatkan kembali oleh Alloh SWT: Tiada Tuhan lain selain dia.
  • Atas kehendak NYA jualah kita dijadikan NYA seakan tidak pernah mengalami perjanjian itu, karena secara sunnatulloh, otak kita hanya mengingat semua input yang bisa ditangkap oleh panca indera kita saja.
  • Untuk itulah saat lahir, adzan diperdengarkan kepada kita sebagai pegangan awal, pengingat bahwa diri kita pernah bersaksi atas keEsaan dan KebesaranNya.
  •  
Allahu Akbar (Allah Maha Besar)
  • Ini adalah kalimat pertama pembuka adzan
  • Kita diingatkan kembali atas Kebesaran Allah SWT. Kalimat ini menyatakan bahwa Allah itu Maha Besar dan diucapkan 2x2. Bila kita melihat struktur Áin pada Metode Struktur Al-Quran, 2 artinya mata. Berarti kita pernah MELIHAT Kebesaran Alloh; dan kita diingatkan untuk selalu mengakui Kebesaran NYA tersebut…Dengan kedua mata kita. Mata lahir dan Mata Batin.
Asyhadu Álaa illaaha ill Allah (Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah)
  • Disini ditegaskan kembali bahwa kita pernah MELIHAT ALLAH. Kalimat ‘Aku berSAKSI’ menyatakan bahwa kita benar-benar pernah menyaksikan kebesaranNYA dan tiada Tuhan selainNYA.
  • Kita diingatkan untuk senantiasa membersihkan diri kita dari ‘ílah-ilah’ lain selain Allah. Kita tidak boleh menuhankan Tahta, Harta, Ilmu, dan lain sebagainya.
  • Kalimat ini juga diucapkan 2x, mempertegas keyakinan kita.
Asyhadu Anna Muhammadarra Rasulullah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Alloh)
  • Disini juga dikatakan bahwa kita berSAKSI atas kerasulan Muhammad. Bagaimana mungkin? Bukankah kita hidup dizaman yang berbeda dengan beliau?
  • Jawabannya adalah seperti dikemukakan pada pembukaan tadi, bahwa kita meihat NUR Muhammad di Lauh Mahfudz. Ingatlah hadist Qudsi yang menyatakan bahwa alasan dari penciptaan alam semesta ini adalah NUR Muhammad.
Hayya Ála Shallah (Mari kita Shalat)
  • Barulah pada kalimat ini kita semua diseru untuk melakukan shalat. Atas kesaksian kita terhadap kebesaran Allah dan Kerosulan Muhammad.
  • Bila kita menyimak urutan-urutannya, maka semestinya sholat kita benar-benar dilandasi oleh kebesaran Alloh, keyakinan akan kebenaran syahadat, barulah kita sholat. Tanpa mengikuti urutan-urutan tersebut sholat kita dapat dikatakan lalai. Seperti yang dimaksud dalam surat Al-Ma’uun 4-5 “Celakalah orang-orang yang sholat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya”
Hayya Álal Falaah (Mari kita Menang)
  • Banyak ulama yang sekedar mengartikan urutan-urutan ini sebagai berikut : Mari kita sholat, sehabis sholat kita menang. Memang betul, tapi bagaimana dulu sholatnya? Apakah shalatnya didasari syahadat yang betul? Bukankah urutan Rukun Islam adalah syahadat dulu baru kemudian shalat? Bisakah kita masuk ke sebuah mobil tanpa membuka dulu pintunya, tanpa kunci? Lalu bagaimana bisa mencapai tujuan kalau masuk ke mobilnya saja belum, apalagi menjalankannya?
  • Orang-orang yang dimaksud menang di sini aalah orang-orang yang mengingat perjanjian dengan Tuhannya, dan kemuadian shalat sebagai tanda kepatuhannya. Bukan semata-mata taklik buta belaka.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar…
Setelah kita meraih kemenangan, kita harus kembali tunduk pada Kebesaran Allah. Karena kita tidak mungkin mencapai kemenangan, baik di dunia maupun akhirat, tanpa seizin dan Ridha Alloh. Segalanya adalah milik Allah . Begitu pula kemenangan kita, bahwa diri kita, hanya milik Allah semata. Yang kita miliki hanya nama…

Laa ilaaha illa Allaah
Tiada Tuhan selain Allah.
Hanya Dia lah yang patut disembah
Hanya kepadaNya lah segala sesuatu bergantung