AGAMA ADALAH NASIHAT

"Agama adalah Nasihat “
"(HR Bukhori dan Muslim) Makna hadis ini adalah agama itu semuanya berisi nasihat, petunjuk, dan bimbingan. Sedangkan makna praktis-aplikatif adalah bahwa setiap manusia beragama harus siap memberi nasihat dan menerimanya. Siap memberi nasihat karena itu adalah bagian dari amar ma'ruf wan nahi 'anilmunkar yang menjadi kewajiban setiap Muslim di saat melihat kemunkaran, dan berbagai macam perbuatan dosa. 

Saling menasihati yang dalam bahasa Arabnya taushiyyah merupakan salah satu pilar untuk mengobati qasiyah. Saling menasihati memang harus menjadi perilaku utama orang-orang yang beriman, apa pun profesi, jabatan, serta kedudukannya. Dalam hidup ini, tidak ada orang yang kebal dari kesalahan dan perbuatan dosa. Saling menasihati tersebut adalah dalam upaya baik kita maupun orang lain mengurangi atau bahkan tidak melakukan sama sekali perbuatan dosa. Dilihat dari karakter manusia, teguran dan perbaikan juga merupakan hal yang sangat manusiawi. Karena, manusia secara fitri tidak maksum dan tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Rasulullah saw bersabda, "Setiap anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang mau bertobat". Memang berat untuk dapat menerima nasihat, kritik, atau protes. Ia bagaikan obat yang terasa pahit, namun dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit. Bahkan, sering kali orang yang suka dan biasa memberi nasihat, kritik, atau protes justru tidak doyan dan tidak tahan dinasihati, dikritik, atau diprotes. 

Hanya seorang Muslim hakiki dan berjiwa besar yang dapat menerima teguran, kritikan, atau protes sebagai nasihat. Dia dapat menerimanya secara timbal balik dan tidak monolog. Karena yang menjadi ukuran baginya adalah kebenaran. Keberanian menyampaikan kebenaran adalah jihad baginya. "Berkatalah yang benar walaupun itu pahit" sabda Rasulullah saw. Sedangkan siap menerima setiap kebenaran adalah bukti utama dari keimanannya. Abu Bakar adalah salah seorang teladan pemimpin yang menyadari pentingnya hal ini. Ia sadar bahwa kekuasaan sering melampaui batas, jika tidak disertai sikap kritis dan taushiyyah dari masyarakat. Karena itu, salah satu isi pidato kenegaraan Khalifah Abu Bakr adalah mendorong umat berani mengoreksinya jika ia salah, "Bantulah aku jika benar, dan luruskan aku, jika aku salah …" demikian Abu Bakar berucap. 

Umar bin Khatab, khalifah kedua, pada saat berpidato resmi sebagai kepala negara pernah diinterupsi oleh seorang wanita tua yang mengingatkan kesalahan Umar dalam pidatonya itu. Umar menerima peringatan ini sebagai nasihat dan secara patriotik mengakui bahwa beliau telah salah dan wanita itu benar. Sikap positif ini telah Umar mulai sejak awal kepemimpinannya. Pada saat pelantikannya sebagai khalifah beliau berpidato, "Seandainya aku dalam melaksanakan amanat ini melakukan kesalahan dan kekeliruan, maka tolong aku diingatkan dan diluruskan!" Salah seorang dari yang hadir lalu berdiri dan berkata dengan lantang. "Wahai Umar, aku akan meluruskan engkau dengan pedangku ini!" katanya sambil menghunus pedang. Kemudian Umar berkata dengan tenang, "Alhamdulillah, ada dari rakyatku yang mau meluruskan aku dengan pedangnya".

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang berani memberi nasihat dan dapat menerima nasihat dengan lapang dada. Wallahu'alam bishawab